Subscribe

RSS Feed (xml)



Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sabtu, 17 Januari 2009

Mari Kita Merenung

Betapa pedihnya hati ini kalau melihat berita tentang Palestina
Banyak anak-anak dan wanita terluka.
Rupanya kejam sekali orang-orang yang tega melakukan hal itu.
mungkin, hatinya terbuat dari baja, sehingga tak ingat akan anak istrinya di rumah jikalau mereka mendapat perlakukan yang sama.

Di Palestina sana..........
Mungkin banyak yang mengalami PTSD. Betapa tidak, Palestina sering mengalami hal ini.
Anak-anak sudah terbiasa dengan namanya peperangan. Tapi kami salut dengan mereka. SubhanaAlloh mereka adalah Jiwa-Jiwa pemberani. Mujahid-Mujahid sejati.


Senin, 15 Desember 2008

PTSD



PTSD

(Post Traumatic Stress Disorder)


Definisi

Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah kecemasan patologis yang umumnya terjadi setelah seseorang mengalami atau menyaksikan trauma berat yang mengancam secara fisik dan jiwa orang tersebut.

Pengalaman traumatik ini dapat berupa:

Trauma yang disebabkan oleh bencana seperti bencana alam (gempa bumi, banjir, topan), kecelakan, kebakaran, menyaksikan kecelakaan atau bunuh diri, kematian anggota keluarga atau sahabat secara mendadak.

Trauma yang disebabkan individu menjadi korban dari interperpersonal attack seperti: korban dari penyimpangan atau pelecehan seksual, penyerangan atau penyiksaan fisik, peristiwa kriminal (perampokan dengan kekerasan), penculikan, menyaksikan perisiwa penembakan atau tertembak oleh orang lain.

Trauma yang terjadi akibat perang atau konflik bersenjata seperti: tentara yang mengalami kondisi perang, warga sipil yang menjadi korban perang atau yang diserang, korban terorisme atau pengeboman, korban penyiksaan (tawanan perang), sandera, orang yang menyaksikan atau mengalami kekerasan.

Trauma yang disebabkan oleh penyakit berat yang diderita individu seperti kanker, rheumatoid arthritis, jantung, diabetes, renal failure, multiple sclerosis, AIDS dan penyakit lain yang mengancam jiwa penderitanya.


Gejala

Tiga tipe gejala yang sering terjadi pada PTSD adalah

Pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan:

selalu teringat akan peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami

flashback (merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang kembali)

nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang membuatnya sedih)

reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh kenangan akan peristiwa yang menyedihkan.

Penghindaran dan emosional yang dangkal, ditunjukkan dengan:

menghindari aktivitas, tempat, berpikir, merasakan, atau percakapan yang berhubungan dengan trauma.

kehilangan minat terhadap semua hal

perasaan terasing dari orang lain

emosi yang dangkal.

Sensitifitas yang meningkat, ditunjukkan dengan:

susah tidur

mudah marah/tidak dapat mengendalikan marah

susah berkonsentrasi

kewaspadaan yang berlebih

respon yang berlebihan atas segala sesuatu


Akibat

Gangguan stress pascatraumatik ternyata dapat mengakibatkan sejumlah gangguan fisik, kognitif,emosi,behavior (perilaku),dan sosial.

Gejala gangguan fisik:

pusing,

gangguan pencernaan,

sesak napas,

tidak bisa tidur,

kehilangan selera makan,

impotensi, dan sejenisnya.

Gangguan kognitif:

gangguan pikiran seperti disorientasi,

mengingkari kenyataan,

linglung,

melamun berkepanjangan,

lupa,

terus menerus dibayangi ingatan yang tak diinginkan,

tidak fokus dan tidak konsentrasi.

tidak mampu menganalisa dan merencanakan hal-hal yang sederhana,

tidak mampu mengambil keputusan.

Gangguan emosi :

halusinasi dan depresi (suatu keadaan yang menekan, berbahaya, dan memerlukan perawatan aktif yang dini),

mimpi buruk,

marah,

merasa bersalah,

malu,

kesedihan yang berlarut-larut,

kecemasan dan ketakutan.

Gangguan perilaku :

menurunnya aktivitas fisik, seperti gerakan tubuh yang minimal. Contoh, duduk berjam-jam dan perilaku repetitif (berulang-ulang).

Gangguan sosial:

memisahkan diri dari lingkungan,

menyepi,

agresif,

prasangka,

konflik dengan lingkungan,

merasa ditolak atau sebaliknya sangat dominan.


Teori Etiologis

Psikodinamika

Ego klien telah mengalami trauma berat, sering dirasakan sebagai ancaman terhadap integritas fisik atau konsep diri. Hal ini menyebabkan ansietas berat yang tidak dapat dikendalikan oleh ego dan dimanifestasikan dalam bentuk perilaku simtomatik. Karena ego menjadi rentan, superego dapat menghukum dan menyebabkan individu merasa bersalah terhadap kejadian traumatik tersebut. Id dapat menjadi domianan, menyebabkan perilaku impulsif tidak terkendali.

Biologis

Dari hasil penelitin, abnormalitas dalam penyimpanan, pelepasan, dan eliminasi katekolamin yang memengaruhi fungsi otak di daerah lokus seruleus, amigdala dan hipokampus. Hipersensitivitas pada lokus seruleus dapat menyebabkan seseorang tidak dapat belajar. Amigdala sebagai penyimpan memori. Hipokampus menimbulkan koheren naratif serta lokasi waktu dan ruang. Hiperaktivitas dalam amigdala dapat menghambat otak membuat hubungan perasaan dalam memorinya sehingga menyebabkan memori disimpan dalam bentuk mimpi buruk, kilas balik, dan gejala-gejala fisik lain.

Dinamika Keluarga

Tipe pendidikan formal, kehidupan keluarga, dan gaya hidup merupakan perkiraan yang signifikan terjadinya PTSD. Keberhasilan dalam pendidikan yang di bawah rata-rata, perilaku orang tua yang negatif, dan kemiskinan orang tua merupakan prediktor perkembangan PTSD.


Asuhan Keperawatan

Pengkajian

Aktivitas atau istirahat

  • gangguan tidur
  • mimpi buruk
  • hipersomnia
  • mudah letih
  • keletihan kronis

Sirkulasi

  • denyut jantung meningkat
  • palpitasi
  • tekanan darah meningkat
  • terasa panas

Integritas ego

  • derajat ansietas bervariasi dengan gejal yang berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan
  • gangguan stres akut à terjadi 2 hari – 4 minggu dalam 4 minggu peristiwa traumatik
  • PTSD akut à gejala kurang dari 3 bulan
  • PTSD kronik à gejala lebih dari 3 bulan
  • Melambat à awitan sedikitnya 6 bulan setelah peristiwa traumatik
  • kesulitan mencari bantuan atau menggerakkan sumber personal (menceritakan pengalaman pada anggota keluarga/teman)
  • perasaan bersalah, tidak berdaya, isolasi
  • perasaan malu terhadap ketidakberdayaan sendiri; demoralisasi
  • perasaan tentang masa depan yang suram atau memendek

Neurosensori

  • gangguan kognitif à sulit berkonsentrasi
  • kewaspadaan tinggi
  • ketakutan berlebihan
  • ingatan persisten atau berbicara terus tentang suatu kejadian
  • pengendalian keinginan yang buruk dengan ledakan perilaku yang agresif tidak dapat diprediksi atau memunculkan perasaan (marah, dendam,benci, sakit hati)
  • perubahan perilaku (murung, pesimistik, berpikir yang menyedihkan, iritabel), tidak mempunyai kepercayaan diri, afek depresi, merasa tidak nyata, kehidupan bisnis tidak dipedulikan lagi
  • ketegangan otot, gemetar, kegelisahan motorik

Nyeri atau ketidaknyamanan

  • nyeri fisik karena cedera mungkin diperberat melebihi keparahan cedera

Pernapasan

  • frekuensi pernapasan meningkat
  • dispneu

Keamanan

  • marah yang meledak-ledak
  • perilaku kekerasan terhadap lingkungan atau individu lain
  • gagasan bunuh diri

Seksualitas

  • hilangnya gairah
  • impotensi
  • ketidakmampuan mencapai orgasme

Interaksi sosial

  • menghindari oarang/tempat/kegiatan yang menimbulakan ingatan tentang trauma, penurunan responsif, mati rasa secara psikis, pemisahan emosi/mengasingkan diri dari orang lain
  • hilangnya minat secara nyata pada kegiatan yang signifikan, termasuk pekerjaan
  • pembatasan rentang afek, tidak ada respon emosi

Pengajaran atau pembelajaran

  • terjadinya PTSD sering kali didahului atau disertai adanya penyakit/penganiyayan fisik
  • penyalahgunaan alkohol atau obat-obat lain

Prioritas Keperawatan

  • Memberi keamanan bagi klien/orang lain
  • Membantu klien meningkatkan harga diri dan kemabali memperoleh perasaan pengendalian terhadap perasaan/tindakan.
  • Mendorong pengembangan perilaku asertif, bukan perilaku agresif
  • Meningkatkan pemahaman bahwa apa yang terjadi pada situasi sekarang secara signifikan dapat disebabkan oleh tindakannya sendiri.
  • Membantu klien/keluarga untuk belajar cara yang sehat untuk menghadapi/beradaptasi secara realistik terhadap perubahan dan kejdian yang telah berlalu


Tujuan Pemulangan

  • Meningkatkan citra diri
  • Perasaan/reaksi individu diakui, diekspresikan dan dihadapi secara sesuai
  • Meminimalkan komplikasi fisik
  • Merencanakan/membuat perubahan gaya hidup yang sesuai
  • Melaksanakan rencana untuk memenuhi kebutuhn setelah pulang

Ansietas (berat sampai panik)/ketakutan

Dapat dihubungkan dengan

Ingatan saat ini tentang kejadian hidup traumatik pada masa lalu, seperti bencana alam, kecelakaan, perkosaan, penyerangan, ancaman terhadap konsep diri/kematian, perubahan lingkungan

Kemungkinan ditandai oleh

Peningkatan ketegangan, gelisah

Rasa tidak berdaya, keprihatinan, ketakutan, ketidaktentuan/konfusi

Keluhan somatik, stimulasi simpatis

Rasa ancaman hukuman; ketakutan, teror, panik dan menarik diri

Kriteria hasil

Mengungkapkan kesadaran adanya perasaan ansietas terhadap stimulus yang menakutakan

Mengidentifikasi cara sehat untuk menangani perasaan ini

Menunjukkan kemampuan menghadapi situasi mengguanakan keterampilan penyelesaian masalah

Menunjukkan penurunan gejala fisiologis

INTERVENSI

RASIONAL

Mandiri

Kaji derajat ansietas yang muncul, perilaku yang berkaitan, dan realitas ancaman yang dirasakan oleh klien.




Pertahankan dan hargai batas ruang pribadi klien (kira-kira diameter 120 cm di sekeliling klien).


Bentuk hubungan saling percaya dengan klien.



Identifikasi apakah peristiwa telah teraktivasi situasi yang ada sebelumnya atau menyertai situasi (fisik/psikologis).


Observasi dan dapatkan informasi tentang cedera fisik, dan kaji gejala seperti mati rasa, sakit kepala, dada terasa sesak, mual, dan jantung berdetak keras.



Perhatikan adanya nyeri kronis atau gejala nyeri lebih dari derajat cedera fisik.


Evaluasi aspek sosial trauma/peristiwa tersebut (mis. Kecacatan, kondisi kronis, ketidakmampuan permanen).


Identifikasi respons psikologis. Perhatikan perilaku tertawa, menangis, tenang, atau agitasi, eksitasi (histeris), ekspresi ketidakpercayaan dan/atau menyalahkan diri sendiri. Catat perubahan emosi.

Tentukan derajat disorganisasi. Indikator tingkat intervensi yang dibutuhkan (mis. mungkin harus dilakukan hospitalisasi jika disorganisasi berat). Perhatikan tanda peningkatan ansietas (mis. diam, gagap, tidak dapat tenang)

Identifikasi perkembangan reaksi fobik terhadap benda biasa (mis. pisau), situasi, dan kejadian.



Dampingi klien, pertahankan sikap tenang dan percaya diri. Bicara dengan pernyataan singkat, gunakan kata-kata sederhana.

Sediakan lingkungan yang konsisten, dan tidak mengancam.



Tingkatkan aktivitas/ keterlibatan dengan orang lain secara bertahap.


Diskusikan persepsi klien tentang apa yang menyebabkan ansietas.





Bantu klien memperbaiki setiap distorsi yang dialami. Bagi persepsi dengan klien.





Bantu klien mengidentifikasi persaan yang dialami dan berfokus pada bagaimana kopingnya. Anjurkan klien untuk membuat jurnal tentang perasaannya, faktor yang mencetuskan, perilaku yang berkaitan.



Gali dengan klien cara klien menghadapi peristiwa yang menimbulkan cemas sebelum trauma.

Libatkan klien dalam mempelajari perilaku koping yang baru (mis. relaksasi otot progresif, berhenti berpikir).








Beri umpan balik positif jika klien mendemonstrasikan cara yang lebih baik untuk menangani ansietas dan mampu menguasai situasi dengan tenang dan/atau realistik.




Kolaborasi

Beri obat sesuai indikasi, mis.: Antidepresan:fluoksetin (prozac), amoksapin (asendin), doksepin (sinequan), imipramin (trofranil),inhibitor MAO fenelzin (nardil);







Penyekat beta, mis.propranolol (Inderal);


Asam valproat (Depakene), karbamazepin (tegretol), atau klonodin (catapres);




Benzodiazepin, mis.: alprazolam (Xanax), klonazepam (klonopin);





Antipsikotik, mis.: fenotiazin: klorpromazin (Thorazine)




Beri terapi penunjang, mis.: hipnosis; desensitisasi gerakan mata/reproses (Eye Movement Desensitization/Reprocessing, EMD/R) atau terapi Reproses Pikiran (Thought Reprocessing Therapy) jika sesuai.





Mengidentifikasi kebutuhan untuk mengembangkan rencana keperawatan. Pemahaman persepsi klien secara jelas sangat penting untuk memberi bantuan yang tepat dalam mengatasi rasa takut.

Masuk keruang pribadi klien tanpa izin dapat mengakibatkan ansietas yang lebih besar, mengakibatkan tindakan kekerasan.

Rasa percaya merupakan dasar hubungan terapeutik sehingga perawat dapat bekerja lebih efektif.

Masalah fisiologis akan kembali terulang setiap trauma kembali dialami dan dapat mempengaruhi cara pandang klien terhadap situasi pada saat ini.

Cedera fisik mungkin dapat terjadi selama suatu kejadian , yang mungkin tertutup oleh ansietas situasi saat itu. Hal ini perlu diidentifikasi dan dibedakan dengan gejala ansietas sehingga dapat diberi penanganan yang tepat.

Respon psikologis dapat memperburuk gejala fisik.


Masalah yang terjadi pada trauma sebenarnya dapat dijadikan pengingat yang terlihat yang harus dihadapi setiap hari.

Meskipun hal ini merupakan respon normal pada saat terjadi trauma, respon ini dapat terulang lagi hingga respon ini dapat dihadapi secara adekuat.


Dapat menunjukkan ketidakmampuan menangani kejadian saat itu (mis. perasaan atau terapi, menetukan perlunya evaluasi yang lebih intensif).


Hal ini dapat memicu perasaan terhadap trauma sebenarnya dan perlu dihadapi secara sensitif, menerima realitas perasaan dan menekankan kemampuan klien untuk menanganinya.

Dapat membantu klien mempertahankan pengendalian diri saat ansietas berada pada tingkat panik.

Meminimalkan stimulus, menurunkan ansietas dan menenangkan individu, serta membantu memutuskan siklus ansietas.

Ketika ansietas menurun maka klien dapat berinteraksi dengan orang lain.

Meningkatnya kemampuan menghubungkan gejala dengan perasaan subjektif ansietas, memberi kesempatan bagi klien untuk memperoleh pemahaman dan membuat perubahan yang diharapkan.


Persepsi berdasarkan realitas akan membantu menurunkan rasa takut. Bagaimana perawat memandang situasi dapat membantu klien melihat situasi dengan cara yang berbeda.


Meningkatkan kesadaran terhadap komponen afektif ansietas dan cara mengendalikan serta mangatasinya. Menulis teurapetik dapat memberi kesempatan klien melepaskan kemarahan, stress, dan berduka, dan membuat pandangan baru.


Membantu klien memperoleh kembali rasa kendali diri dan mengenali makna trauma.

Dengan menyingkirkan perilaku maladaptif dapat meningkatkan kemampuan mengatasi ansietas dan menghadapi stress. Dengan menghentikan pikiran obsesif membuat klien menggunakan energinya untuk menghadapi ansietas yang mendasari, sambil terus merenungkan tentang kejadian yang secara aktual memperlambat pemulihan.


Pemberian penghargaan dan penguatan, mendorong penggunaan strategi koping yang baru. Dengan meningkatkan kemampuan menghadapi rasa takut dan memperoleh kendali diri terhadap situasi, meningkatkan keberhasilan menghadapi situasi yang akan datang.


Digunakan untuk menurunkan ansietas, meningkatkan alam perasaan, membantu dalam penanganan perilaku, dan memastikan klien dapat beristirahat hingga klien memperoleh kembali kendali diri. Sangat berguna dalam menekan pikiran intrusif dan marah yang meledak-ledak. Catatan: penelitian mengemukakan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) seperti prozac lebih bermanfaat daripada antidepresan lain.

Menurunkan kegelisahan dan ansietas dengan menekan sistem saraf simpatis.

Mungkin digunakan dalam bentuk kombinasi dengan antidepresan trisiklik atau antagonis reseptor betaadrenergik untuk melawan ambang rangsang bangkitan yang lebih rendah dalam sistem limbik otak.

Mungkin digunakan dalam bentuk kombinasi dengan Nardil atau Prozac untuk memulihkan ansietas dan insomnia. Catatan: gunakan secara hati-hati karena dapat terjadi beberapa derajat disinhibisi yang tidak dapat diprediksi.


Dosis rendah dapat digunakan untuk menurunkan gejala psikotik saat terjadi hilangnya hubungan dengan realitas, biasanya pada klien yang terutama mengalami gangguan kilas balik.

Jika digunakan oleh ahli terapi yang terlatih, metoda terapi jangka pendek ini efektif terutama pada individu yang pernah mengalami trauma atau yang memiliki masalah dengan ansietas dan depresi. Desensitisasi sistematik, menyusun dan menginterpretasi kembali memori yang ada mungkin dapat dicapai melalui hipnosis.

Ketidakberdayaan

Dapat dihubungkan dengan:


Interaksi intrapersonal (kurangnya pengendalian terhadap peristiwa traumatik)

Adanya gejala ansietas yang berlebihan (mis. Pikiran intrusif, kilas balik, manifestasi fisik)

Gaya hidup dengan keterampilan koping yang tidak berdaya/buruk

Kemungkinan ditandai oleh:


Ekpresi verbal tentang kurangnya pengendalian terhadap situasi sekarang/akibat masa depan; kepasifan dan/atau marah

Keengganan mengekspresikan perasaan yang benar.

Tergantung pada orang lain

Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau pembuatan keputusan saat ada kesempatan

Hasil yang diharapkan

Mengidentifikasi area ketika individu memiliki pengendalian diri

Mengekspresikan rasa pengendalian terhadap situasi saat ini/akibat masa depan

Menunjukan keterlibatan dalam perawatan dan merencanakan masa depan

INTERVENSI

RASIONAL

Mandiri

Identifikasi perilaku koping saat ini/masa lalu yang efektif dan kuatkan penggunaannya.


Perhatikan latar belakang etnik, persepsi budaya/agama dan kepercayaan tentang kejadian (mis. Pembalasan dari Tuhan).




Rumuskan rencana keperawatan dengan klien, buat tujuan pencapaian yang realistik.

Dorong klien untuk mengidentifikasi faktor-faktor pengendalian diri dan juga faktor yang tidak dimiliki dalam kemampuan diri untuk mengendalikan perilaku.


Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor jika mulai terjadi perasaan tidak berdaya dan hilangnya pengendalian diri.

Gali tindakan yang dapat digunakan klien selama periode stresc(mis. Napas dalam, berhitung sampai 10, meninjau situasi, menyusun ulang).





Beri umpan balik positif jika klien menggunakan metode konstruktif untuk mendapatkan kembali pengendalian diri.

Tingkatkan keterlibatan dalam terapi kelompok.







Kolaborasi

Libatkan dalam pelatihan asertif yang sesuai.


Kesadaran keberhasilan masa lalu meningkatkan percaya diri dan memperbanyak pilihan untuk penggunaan saat ini, meningkatkan rasa pengendalian diri.

Rasa tanggung jawab diri (kesalahan) dan rasa bersalah tentang tidak menyelesaikan sesuatu untuk mencegah kejadian tersebut atau tidak merasa ”cukup baik” untuk layak diselamatkan merupakan kepercayaan yang kuat pada individu yang dipengaruhi oleh faktor latarbelakang dan budaya.

Melibatkan klien secara aktif, memberi suatu langkah pengendalian terhadap situasi kehidupan.

Pengenalan area pengendalian menurunkan rasa tidak berdaya. Dengan menghadapi masalah di luar pengendalian klien dapat mendorong penerimaan terhadap apa yang tidak dapat diubah.

Meningkatkan pemahaman sumber peristiwa stres yang memicu perasaan ini.



Memberi informasi untuk membantu klien mempelajari cara konstruktif dalam mengatasi perasaan tidak berdaya dan untuk memperoleh pengendalian diri. Menyusun stresor/situasi dalam kata-kata lain atau gagasan yang positif dapat membantu klien mengenali dan mempertimbangkan alternatif.

Pengakuan dan penguatan mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.



Memberi kesempatan bagi klien untuk mempelajari perilaku koping baru dari kelompok yang pernah mengalami peristiwa/reaksi traumatik yang sama di masa lalu. Catatan: sering kali rasa bersalah dan marah tidak merisaukan hingga klien berbicara tentang kehidupannya dengan seseorang yang mempunyai pengalaman yang sama dan dapat empati dengan klien secara pribadi.


Belajar penyelesaian masalah dalam bidang keterampilan sosial dan pengendalian marah memberi rasa kuat pada individu dalam menghadapi hidupnya secara umum.

Membahayakan diri atau orang lain

Dapat dihubungkan dengan/faktor risiko meliputi

Ingatan intrusif (kacau) tentang suatu peristiwa menyebabkan pengeluaran perasaan secara tiba-tiba seperti saat terjadi peristiwa: reaksi terkejut

Reaksi amuk: amuk yang melewati batas, amuk pada saat timbul rasa tidak berdaya/bergantung pada orang lain atau rasa terbebas dari trauma

Kemungkinan ditandai oleh/(indikator yang mungkin:)


Peningkatan aktivitas motorik (melangkah bolak balik, eksitasi, iritabilitasi (mudah marah), agitasi)

Argumentatif, tidak puas, reaksi berlebihan, hipersensitif, perilaku provokatif;sikap bermusuhan, mengancam secara verbal

Tindakan yang bermaksud jahat dan agresif; tujuan yang diarahkan merusak objek dalam lingkungan

Perilaku destruktif dari (meliputi penyalahgunaan zat) dan/atau tindakan aktif, agresif atau bunuh diri/pembunuhan

Hasil yang diinginkan/kriteria evaluasi-klien akan;

Mengakui realitas situasi dan faktor presipitasi

Mengungkapkan kesadaran tentang cara koping positif tentang perasaan

Menunjukan pengendalian diri yang ditandai dengan postur/sikap rileks, penggunaan penyelesaian masalah bukan perilaku ancaman atau menyerang untuk menyelesaikan konflik dan/atau koping

INTERVENSI

RASIONAL

Mandiri

Evaluasi adanya destruktif diri dan/atau perilaku bunuh diri/pembunuhan (mis. Perubahan alam perasaan/perilaku, semakin menarik diri). Kaji keseriusan ancaman (mis. Gerak gerik, usaha sebelumnya). (Gunakan skala 1-10 dan prioritaskan menurut keparahan ancaman, tersedianya alat.)


Anjurkan klien untuk mengidentifikasi dan menyatakan pemicu stimulus, faktor penyebab/pemberat yang mengakibatkan potensi kekerasan atau aktual oleh klien.


Negosiasikan kontrak dengan kilen tentang tindakan yang harus diambil jika merasa hilang kendali.






Bantu klien memahami bahwa perasaan marah mungkin sesuai dalam suatu situasi, tetapi perlu diekspresikan secara verbal atau dalam cara yang dapat diterima bukan bertindak menuruti perasaan marah dengan cara destruktif.

Pantau tingkat kemarahan (mis. Bertanya, menolak, pengungkapan secara verbal, intimidasi, marah yang meledak-ledak).

Beri tahu klian untuk MENGHENTIKAN perilaku berbahaya. Gunakan pengendalian lingkungan (seperti membawa klien ke tempat yang tenang, memegang klien) jika perilaku terus meningkat. Berbicara secara lemah lembut dan perlahan.




Lakukan tindakan mengurangi peningkatan kemarahan sesuai indikasi,mis.:



Ambil jarak dari klien, dengan sedikitnya 4 hasta, posisikan diri pada salah satu sisi; tetap tenang, tetap berdiri atau duduk, ambil posisi postur ”terbuka” dengan tangan di samping.

Berbicara dengan lembut, panggil nama klien, akui perasaan klien, ekspresikan rasa penyesalan tentang situasi, tunjukan empati;







Hindari menunjuk, menyentuh, menyuruh, menghardik, menantang, menginterupsi, mendebat, meremehkan, atau mengintimidasi klien;


Minta izin untuk bertanya, mencoba untuk melihat peristiwa yang memicu dan setiap emosi yang mendasari, seperti takut, ansietas, atau penghinaan; tawarkan solusi/alternatif.

Beri klien sebanyak mungkin pengendalian dalam area kehidupan lain, bantu untuk mengidentifikasi solusi dan respon yang lebih tepat terhadap ketegangan dan ansietas.

Libatkan dalam program latihan, dalam program aktivitas di luar rumah (gerak jalan, mendaki dinding/tebing, dll.); anjurkan aktivitas olahraga (kelompok atau individu).



Kolaborasi

Gunakan pengasingan atau restrein sampai memperoleh kembali kendali diri, sesuai indikasi.

Beri obat, sesuai indikasi, mis. Litium karbonat (Eskalith).


Klien mungkin berada dalam keputusasaan atau harga dirinya mungkin sangat rendah sehingga perilakuny yang mungkin terikat di dalamnya merupakan kekerasan terhadap diri sendiri/orang lain dengan harapan bunuh diri secara sadar atau tidak sadar. (catatan: jika skalanya tinggi, hal ini mungkin menjadi perhatian keperawatan no.1.)

Kilen perlu belajar mengenali apa yang mencetuskan marah dan ketegangan. Pengenalan lebih awal dan intervensi yang tepat dapat mencegah terjadinya kekerasan.


Dengan kontrak memungkinkan perawat/orang terdekat mengetahui kapan perasaan mulai berlebihan membantu klien memperoleh bantuan sesuai kebutuhan dan mempertahankan perasaan kontrol diri. Catatan: klien mungkin memproyeksikan marah yang terakumulasi pada ahli terapi.

Belajar membuang ansietas dan bersikap dalam cara yang diterima secara sosial menurunkan kemungkinan munculnya kekerasan.





Tahap marah mempengaruhi pilihan intervensi.



Dengan mengatakan ”berhenti” mungkin berguna untuk membantu klien memperoleh kembali pengendalian diri, tetapi pengendalian eksternal mungkin diperlukan jika klien tidak mampu mengeluarkan pengendalian internal. Catatan: memegang klien secara fisik dapat memberi perasaan kontak dan peduli yang dapat membantu klien memperoleh kembali pengendalian diri.

Tindakan ini dapat mencegah peningkatan perilaku kekerasan dan mencegah cedera pada klien/pemberi asuhan atau orang yang berada didekatnya.

Menurunkan kemungkinan klien merasa dikonfrontasi atau dihalangi. Memberi klien pengendalian terhadap situasi.



Mengkomunikasikan penghargaan, keyakinan bahwa individu dapat dipercaya untuk mengendalikan diri, dan bahwa pemberi asuhan selalu ada untuk membantu klien dengan resolusi situasi. Catatan: ”harapan dan yang tidak diharapkan” dan siaga untuk gerakan yang tidak diantisipasi.

Tindakan ini mungkin dipandang sebagai ancaman dan mungkin memprovokasi klien terhadap perilaku kekerasan.


Melibatkan klien dalam penyelesaian masalah dan memberi klien pengendalian terhadap situasi.



Dengan mempelajari cara baru merespon kecenderungan impulsif, meningkatkan kapasitas untuk mengendalikan desakan hati.


Menghilangkan ketegangan dan meningkatkan perasaan sehat, meningkatkan rasa percaya diri. Jika aktivitas sesuai dengan minat individu, akan meningkatkan partisipasi dan manfaat terapeutik. Catatan: Terapi latihan tidak perlu aerobik atau latihan intensif untuk mencapai efek yang diharapkan.


Memberi pengendalian eksternal untuk mencegah cedera pada klien/staf/orang lain.


Terapi dosis rendah mungkin digunakan untuk membatasi perubahan alam perasaan dan menekan perilaku yang meledak-ledak.

Ketidakefektifan koping individu

Dapat dihubungkan dengan:



Pribadi rentan; harapan yang tidak terpenuhi; persepsi yang tidak realistik

Sistem pendukung/metode koping tidak adekuat

Stresor multiple, berulang selama suatu periode waktu; ancaman yang berlebihan pada diri sendiri

Kemungkinan ditandai oleh:


Mengungkapkan ketidakmampuan koping atau sulit meminta bantuan

Ketegangan otot/sakit kepala

Ketegangan emosi; kekhawatiran kronis

Kriteria Hasil

Mengidentifikasi perilaku koping yang tidak efektif dan akibatnya

Mengungkapkan kesadaran kemampuan kopingnya sendiri

Mengekspresikan perasaan dengan sesuai

Mengidentifikasi pilihan dan penggunaan sumber secara efektif

INTERVENSI

RASIONAL

Mandiri

Identifikasi dan diskusikan derajat disfungsi koping (mis.menyangkal, rasionalisasi), meliputi penggunaan/penyalahgunaan zat kimia.




Tijau ulang akibat perilaku, bagaimana hubungan/fungsi dipengaruhi.


Waspadai dan bantu klien menggunakan kekuatan ego dalam cara yang positif, akui kemampuan menangani apa yang sedang terjadi.


Izinkan klien mengekspresikan perasan secara bebas di ruangannya sendiri. Jangan mendesak klien mengekspresikan perasaannya terlalu cepat;hindari penenangan yang tidak tepat.










Anjurkan klien untuk menyadari dan menerima perasaannya sendiri dan reaksi yang diidentifikasi.




Beri ”izin’ mengekspresikan /menghadapi marah terhadap penyerang/situasi dalam cara yang dapat diterima.



Tetapkan diskusi pada tingkat praktis dan emosi, bukan dengan mengintelektualisasi pengaaman




Identifikasi orang-orang yang dapat mendukung klien.





Kolaborasi

Beri konsulen/ahli terapi yang peka yang khusus dilatih dalam manajemen krisis dan penggunaan terapi, misalnya psikoterapi (sebagai penunjang medikasi), terapi implosif, flooding, hipnosis, relaksasi, rolfing,kerja memori(memori work), atau restrukturisasi kognitif.











Rujuk pada terapi okupasi, rehabilitasi vokasional.



Mengidentifikasi kebutuhan /kedalaman intervensi yang diperlukan. Setiap individu memperlihatkan tingkat perilaku disfungsi yang berbeda dalam berespon terhadap stres, dan seringkali memilih alkohol dan/atau obat-obat lain sebagai cara menghilangkan nyeri psikis.

Membantu klien mengenali pengaruh negatif pada kehidupan dan berfokus untuk memulai mengatasi masalah.

Sering kali pernyataan tegas keyakinan perawat bahwa klien dapat menangani apa yang sedang terjadi, menghubungkan dengan keyakinan dalam diri yang melekat pada seseorang.

Dengan mendengarkan tanpa menghakimi terhadap semua perasaan, memunculkan rasa berharga klien. Dengan menyediakan waktu untuk berbicara tentang apa yang terjadi dan membiarkan perasaan diekspresikan secara penuh, membantu dalam proses penyembuhan. Jika tergesa-gesa, klien mungkin mempercayai nyeri dan/atau penderitaan disalahpahami. Pernyataan seperti ”anda tidak mengerti”atau”anda tidak berada di sana” merupakan suatu pertahanan, suatu cara untuk menjauhkan orang lain darinya.

Tidak adanya perasaan yang buruk, dan menerima perasaan tersebut sebagai tanda bahwa masalah perlu diselesaikan dan dihadapi , dapat membantu klien bergerak ke arah resolusinya.

Merasa bebas mengekspresikan kemarahan dengan tepat membuat rasa marah hilang sehingga perasaan yang melatarbelakangi dapat diidentifikasi dan dihadapi , memperkuat keterampilan koping.

Jika perasaan(pengalaman) diintelektualisasikan, pemahaman dan/atau kesadaran yang tidak nyaman akan dihindari dengan penggunaan rasionalisasi, menghambat resolusi perasaan dan merusak kemampuan koping.

Dengan memperoleh dukungan kasih sayang/kepedulian yang tidak bersyarat dari orqang lain dapat membantu klien menghadapi situadsi, mengatasiny, dan menjalani kehidupan secara lebih utuh.


Meskipun dalam membantu orang tidak perlu memilimki pengalaman trauma yang sama seperti klie, keterampilan kepekaan dan mendengarkan merupakan hal yang penting untuk membantu klien menghadapi ketakutan dan mempelajari cara-cara baru dalam mengatasi apa yang telah terjadi. Penggunaan tekhnik desensitisasi secara terapeutik(flooding, terapi implosif) dilakukan untuk penghilangan (extinction) krisis melalui pemajanan terhadap ketakutan. Kerja tubuh akan meredakan ketegangan otot. Beberapa tekhnik(rolfing)membantu mengubah hambatan emosi menjasdi kesadaran sering dialaminya kembali sensasi kejadian traumatik.

Bantuan dengan aktivitas yang baru dan mempelajari keterampilan baru mungkin diperlukan untuk membantu klien mengembangkan keterampilan koping untuk diintegrasikan kembali ke dalam lingkungan kerja. Keterampilan aktivitas/kerja baru, yang juga menyebabkanbeberapa ansietas,akan membantu proses desensitisasi dan penurunan/penghilangan ansietas.

Berduka, maladaptive

Dapat dihubungkan dengan

Merasa kehilangan /kehilangan aktual suatu objek (kehilangan diri sendiri seperti yang terlihat sebelum terjadi insiden traumatik, dan juga menyebabkan kehilangan lain dalam/sesudah)

Hilangnya kesehatan fisiopsikososial

Kegagalan respon berduka terhadap kehilangan tidak adanya antisipasi berduka;kurangnya resolusi respon berduka sebekumnya.

Kemungkinan ditandai oleh

Ekspresi verbal distress terhadap kehilangan kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan;ekspresi perasaan bersalah.

Ekspresi masalah yang tidak terpecahkan;mengenang pengalaman masa lalu.

Menyagkal kehilangan,marah,sedih, menangis;afek labil

Perubahan kebiasaan makan,pola tidur dan mimpi tingkat aktivitas, libido

Perubahan konsentrasi dan/atau penyelesaian tugas

Kriteria Hasil

Menunjukkan kemajuan dalam menghadapi/melewati tahap berduka

Berpartisipasi dalam pekerjaan dan perawatan ditri/aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai kemampuan

Mengungkapkan ada kemajuan resolusi berduka dan harapan untuk masa depan

INTERVENSI

RASIONAL

Mandiri

Perhatikan ekspresi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri secara verbal/nonverbal.






Akui realitas perasaan bersalah, dan bantu klien untuk mengambil langkah ke arah resolusi.



Beri penguatan bahwa klien membuat keputusan terbak yang dapatdibuat waktunya.





Perhatikan tanda dan tahap berduka terhadap diri sendiri dan/atau orang lain(misalnya.menyangkal,marah,tawar-menawar,depresi,penerimaan).



Sadari adanya perilaku menghindar (mis. Marah, menarik diri)














Beri informasi tentang normalnya perasaan/tindakan dalam hubungannya dengan tahap berduka.




Beri ”izin bagi klien untuk mengalami depresi-” untuk berada pada titik ini pada saat ini.


Anjurkan verbalisasi tanpa konfrontasi tentang realitas.




Identifikasi faktor budaya dan cara individu menghadapi kehilangan sebelumnya. Tunjukkan kekuatan/ keterampilan koping positif individu.











Beri penguatan penggunaan keterampilan koping yang efektif sebelumnya.



Bantu orang terdekat untuk menghadapi respons klien.






Kolaborasi

Rujuk pada sumber lain (mis. Kelompok pendukung/sebaya, konseling, psikoterapi, rohaniawan).


Rasa bersalah orang yang selamat mempengaruhi kebanyakan orang yang selamat dari trauma yang orang lain meninggal, dan klien bertanya ”mengapa saya terpisah?” atau mungkin berkeyakinan, ”saya tidak berharga, dan orang lainlah yang berharga.”

Penerimaan perasaan dan dukungan terhadap keterampilan koping yang baru membuat klien mengambil risiko perilaku yang baru.

Bagaimanapun pilihan telah dibuat, klien selamat dari kejadian tersebut. Klien memerlukan penerimaan positif mutlak dan validasi keputudsan dalam menyelesaikan perasan bersalah dan mulai menghadapi proses berduka.

Identifikasi pemahaman tahap berduka membantu dalam memilih intervensi, merencanakan asuhan, dan kemajuan ke arah resolusi.


Klien menghindar menghadapi perasaan yang menyebabkan situasinya saat ini. Pengenalan pada saat ini dapat membantu dengan memulai pendekatan baru untuk menyelesaikan masalah. Catatan : penghindaran tidak boleh disamakan dengan penghilangan (extinction), penurunan memori yang menginduksi kepedihan progesif dan sering kali secara spontan; meskipun kedua usaha tersebut untuk menjauhkan klien dari kejadian traumatik, penghilangan (extinction)merupakan sikap adaptif.


Individu mungkin percaya bahwa perasaan tersebut tidak dapat diterima, dan dengan mengetahui perasaan tersebut adalah normal dapat memberi perasaan lega.

Memberi kesempatan bagi klien untuk menerima diri sendiri dan merasa puas dengan kemajuan saat ini.

Membantu klien memulai resolusi dan penerimaan.konfreontasi dapat menyebabkan kurangnya penerimaan dan mengganggu kemajuan.

Budaya yang berbeda, berbeda pula cara menghadapi kehilangan, dan penting untuk membiarkan klien menghadapi situasi dalam caranya sendiri secara sehat. Bagaimana klien telah menghadapi kehilangan di masa lalu dapat menjadi prediktor yang reliabel terhadap bagaimana kehilangan saat inidihadapi dan bagaimana kehilangan akan dihadapi di masa depan, secara efektif atau tidak efektif.klien dapat mengabaikan/merusak kemampuannya sendiri.

Dengan mengidentifikasi cara yang bermanfaat,klien telah menghadapi masalah, membuat klien merasa positif tentang diri sendiri.

Dukungan dan pemahaman tentang alasan perilaku klien memberi kesempatan bagi keluarga untuk bekerja dengan klien dalam pengembangan keterampilan koping yang baru untuk menyelesaikan berduka.


Mungkin perlu bantuan tambahan untuk menyelesaikan situasi/masalah secara bersamaan